Selasa, 20 Juli 2010

PERKEMBANGAN KERAGAMAN IDEOLOGI DAN PARTAI POLITIK DENGAN PERUBAHAN OTORITAS KNIP DAN LEMBAGA KEPRESIDENAN PADA AWAL KEMERDEKAAN

Komite Nasional Indonesia (KNI) sesuai hasil sidang PPKI pada tanggal 18 dan 19 Agustus 1945, berfungsi sebagai pembantu presiden sampai Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terbentuk. Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat pusat yang disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sampai tingkat kawedanan yang disebut Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID).
KNIP diresmikan dan keanggotaannya dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian Jakarta. Dengan begitu, KNIP resmi berfungsi sebagai pembantu presiden. Pemerintah Republik Indonesia pun telah berjalan sesuai UUD 1945 karena presiden dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara tertinggi telah dibantu oleh Komite Nasional Indonesia. Itulah perwujudan dari Aturan Peralihan Pasal IV UUD 1945.

1. Perubahan Otoritas KNIP dan Hubungannya dengan Lembaga Kepresidenan pada Awal Kemerdekaan.
Dalam perkembangannya, kelompok pemuda yang dipimpin oleh Syahrir merasa tidak puas terhadap sistem kabinet presidensial sehingga berusaha memengaruhi para anggota KNIP lainnya untuk mengajukan petisi kepada Soekarno-Hatta. Isi petisi itu berupa tuntutan pemberian status Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada KNIP. Karena petisi itu, KNIP mengadakan rapat pleno pada tanggal 16 Oktober 1945. Atas desakan sidang KNIP tersebut, Drs. Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang menetapkan bahwa Komite Nasional Pusat sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Selain itu, menyetujui bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) akhirnya dibentuk dan diketuai oleh Sutan Syahrir dan wakilnya Amir Syarifuddin.

1. Maklumat Pemerintah 3 November 1945
KNIP setelah berhasil dengan aksi pertamanya segera bertindak lagi dengan mengajukan usul kepada pemerintah agar rakyat diberi kesempatan untuk mendirikan partai politik (dengan beberapa pembatasan). Akibat desakan BP-KNIP itu, Wakil Presiden RI mengeluarkan Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945.
Akibat keluarnya kebijakan pemerintah itu, di Indonesia akhirnya muncul banyak partai politik, seperti berikut ini:
a. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi);
b. Partai Komite Indonesia;
c. Partai Buruh Indonesia;
d. Partai Rakyat Jakarta;
e. Partai Kristen Indonesia;
f. Partai Sosialis Indonesia
g. Partai Rakyat Sosialis;
h. Partai Katolik Indonesia;
i. Partai Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia;
j. Partai Nasional Indonesia.



2. Maklumat Pemerintah 14 November 1945
BP-KNIP mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 Tanggal 11 November 1945 tentang Pertanggungjawaban Menteri Kepada Perwakilan Rakyat. Dalam pemikiran saat itu, KNIP diartikan sebagai MPR. Sementara itu, BP-KNIP disamakan dengan DPR. Jika demikian, secara tidak langsung BP-KNIP dengan mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 telah meminta peralihan pertanggungjawaban menteri-menteri dari presiden kepada BP-KNIP. Anehnya, Presiden Soekarno menyetujui usul tersebut dan mengeluarkan Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945.
Dengan persetujuan tersebut sistem kabinet presidensial dalam UUD 1945 telah diamandemen begitu saja menjadi sistem kabinet parlementer. Ini terbukti setelah BP-KNIP mencalonkan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Akhirnya, kabinet presidensial Soekarno-Hatta jatuh dan digantikan oleh kabinet parlementer dengan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri pertama. Kejadian ini adalah awal penyimpangan dari UUD 1945 dalam Negara Republik Indonesia.

3. Kabinet Syahrir
Kabinet Syahrir merupakan kelanjutan dari Kabinet Presidensial yang telah berakhir. Kabinet ini meliputi tiga bagian, yaitu Kabinet Syahrir I (14 November 1945-12 Maret 1946), Kabinet Syahrir II (12 Maret 1946-2 Oktober 1946), dan Kabinet Syahrir III (2 Oktober 1946-27 Juni 1947).
Ketiga Kabinet ini bersifat parlementer, meskipun UUD yang berlaku adalah UUD 1945. Kabinet ini berkuasa pada saat Indonesia sedang menghadapi berbagai permasalahan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, Kabinet Syahrir sering mengalami jatuh bangun. Bentuk pemerintahan ini tidak jelas karena cenderung bersikap kooperatif dengan pihak Belanda, contohnya adalah melakukan diplomasi dengan Belanda untuk memperjuangkan kedaulatan.
Sikapnya yang kooperatif tersebut menyebabkan rasa tidak puas di kalangan pemuda memilih perjuangan lewat senjata. Para pemuda yang tergabung dalam sebuah organisasi Persatuan Perjuangan yang dikomandoi Tan Malaka terus menentang kebijakan diplomasi dari Kabinet Syahrir.
Kabinet Syahrir I jatuh pada tanggal 28 Februari 1946 ketika Masyumi dan PNI menarik dukunngannya dari dalam Kabinet. Namun, presiden Soekarno tetap percaya pada Syahrir untuk membentuk kembali kabinetnya yang kedua.
Kabinet Syahrir yang kedua berlangsung kurang lebih tiga bulan. Kabinet Syahrir kedua ini jatuh akibat peristiwa 3 Juli 1946 yang diawali oleh penculikan terhadap Syahrir di Desa Jetis Surakarta. Penculikan tersebut dilakukan oleh pihak-pihak oposisi yang menentang kabinetnya.
Untuk yang ketiga kalinya Syahrir membentuk kabinetnya. Kabinet Syahrir III dibentuk pada tanggal 14 Agustus 1946. Dan tanggal 2 Oktober Syahrir menjadi perdana menteri untuk yang ketiga kalinya. Namun, kabinet ini akhirnya juga jatuh akibat Perjanjian Linggarjati karena sangat merugikan Indonesia. Banyak kalangan yang menentang Linggarjati kemudian bergabung dalam organisasi Benteng Republik Indonesia. Dan yang pro-Perjanjian Linggarjati membentuk organisasi tandingan bernama Sayap Kiri.
Tepatnya tanggal 27 Juni 1947, Kabinet Syahrir III bubar setelah dalam laporannya tentang konsesi Linggarjati kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta ditentang oleh teman-temannnya sendiri. Hal ini sekaligus menandai perpecahan dalam tubuh Partai Sosialis atau Kaum Kiri. Jatuhnya Syahrir untuk yang ketiga kalinya merupakan akhir dari kedudukannya sebagai perdana menteri.


4. Kabinet Amir Syariffudin
Kabinet Amir Syariffudin terbentuk pada tanggal 3 Juli 1947. Kabinet ini terbentuk setelah kabinet Syahrir jatuh. Kabinet Amir Syariffudin berkuasa hingga dua kali. Seperti halnya Syahrir, Amir Syariffudin juga menjalankan politik diplomasi dengan pihak Belanda.
Pada masa Kabinet Amir Syariffudin, terjadi aksi Militer Belanda pertama pada tanggal 19 Desember 1947. Serangan ini sangat merugikan pihak republik. Hal ini kemudian mengundang PBB untuk terlibat dalam permasalahan Indonesia-Belanda dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi membuka berlangsungnya diplomasi antara Indonesia dan Belanda melalui perjanjian Renville. Kabinet Amir banyak mendapat kecaman dan kritikan dari beberapa kelompok, seperti, Masyumi, PNI, Kelompok Tan Malaka.
Mangingat posisinya yang semakin terdesak maka Amir Syaiffudin kemudian menyerahkan mandatnya kepada presiden tanggal 23 Januari 1948. Berakhirnya Kabinet Amir Syariffudin menandai berakhirnya pemerintahan Sayap Kiri. Tokoh kuat sebagai penggantiAmir Syariffudin adalah Hatta.

5. Kabinet Hatta
Kabinet Hatta merupakan kabinet yang menerapkan sistem presidensial. Kabinet ini berkuasa disaat Indonesia sedang menalami kesusahan pangan akibat pos-pos pangan dikuasai Belanda. Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut maka Kabinet Hatta mengeluarkan program kerjanya, yaitu :
a. Penyelesaian krisis Indonesia-Belanda atas dasar perjanjian Renville.
b. Usaha untuk mempertahankan RI diubah menjadi usaha untuk pembentukan NIS.
c. Rasionalisasi ke dalam karena perlunya penyaluran tenaga-tenaga produktif ke bidang masing-masing.
d. Rasionalisasi Angkatan Perag untuk menekan biaya dan mencapai efisiensi tentara.
Kebijakan Kabinet Hatta tersebut mendapat tentangan dari beberapa pihak, terutama kebijakan rasionalisasi. Oleh karena itu, kebijakan tersebut memunculkan rasa tidak puas dari Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang di bentuk Amir Syaiffudin pada tanggal 26 Februari 1948.

6. Pemberontakan PKI Madiun 1948
Latar belakang pemberontakan ini tidak terlepas dari semakin kecewanya FDR atas kebikjakan Kabinet Hatta. Dilain pihak, pimpinan PKI tahun 1920-an (Muso) kembali dari persembunyiannya di Uni Soviet. Kedatangan Muso pada tanggal 11 Agustus 1948 ini membawa perubahan ditubuh PKI.
Kedatangan Muso telah mendorong dilakukannya propaganda, demonstrasi, dan pemogokan oleh kau buruh dan petani. Sementara itu, pernyataan Muso yang pro-Uni Soviet telah membahayakan strategi utama proklamasi republik untuk memperoleh simpati Amerika Serikat. Puncak tidak kepuasan dari kelompok ini terjadi pada tanggal 18 September 1948. Para pendukung PKI merebut tempat-tempat strategis di Madiun, membunuh tokoh-tokoh yang pro-pemerintah, dan mengumumkan bahwa pemerintah Front Nasional telah terbentuk.
Untuk menghentikan pemberontakan ini, pemerintah membentuk Gerakan Operasi Militer (GOM). Pemimpin penumpasan dipercayakan kepada kolonel A. H. Nasution yang menjabat sebagai panglima Markas Besar Komando Djawa (MBKD). Pemerintah juga mengangkat kolonel Gatot Subroto sebagi gubernur militer daerah istimewa Surakarta dan sekitarnya, meliputi Semarang, Pati, dan Madiun dipercaya sebagai pemimpin operasi. Pada tanggal 30 September 1948, Madiun dapat dikuasai pemerintah. Muso tertembak didaerah Ponorogo dan Amir syaiffudin ditangkap didaerah purwodadi.


7. Agresi Militer Belanda II
Pada tanggal 18 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua. Aksi ini menyebabkan jatuhnya ibu kota Negara yaitu Yogyakarta ke tangan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948. Para politisi, seperti Soekarno, Hatta, Agus Salim dan para aggota kabinet menyerah dan ditangkap oleh Belanda. Akan tetapi, sebelum ditangkap Presiden Soekarno sempat memberikan mandat kepada menteri kemakmuran Mr. Syariffudin Prawiranegara yang berada di Sumatra (Bukit Tinggi) untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (DPRI). Selain itu menunjuk Maramis L N, Palar, dan Sudarsono yang sedang berada di India untuk membentuk Pemerintahan RI di India.
Namun sikap pemerintah tersebut tidak dituruti oleh tentara yang lebih memilih keluar dari Yogyakarta dan bergerilya. Meskipun telah terjadi perbedaan jalan antara tentara dan pemerintah, tetapi pihak tentara menganggap bahwa satu-satunya yang dapat menyelamatkan republik adalah mereka.
Untuk mencapai tujuan dalam menyelamatkan kota Yogyakarta. TNI melakukan serangan kepada Belanda melalui taktik perang gerilya. Taktik ini cukup menyulitkan pihak Belanda yang melakukan propaganda bahwa Negara RI telah bubar dan TNI sudah tidak ada. Untuk menanggapi propaganda tersebut, Sri Sultan Hamengkobowono IX merencanakan untuk melakukan serangan terhadap Belanda di Yogyakarta. Seelah dilakukan konsolidasi maka pada tanggal 11 Maret 1949 dilancarkan sebuah serangan yang dikenal dengan nama Serangan umum 11 Maret.
Serangan ini dilancarkan pada pagi hari setelah sirine berbunyi sebagai tanda berakhirnya jam malam. Akhirnya, Kota Yogyakarta dapat merebut kembali setelah pertempuran selama enam jam. Peristiwa ini sangat penting bagi masa depan Indonesia selanjutnya karena :
a. membuka mata dunia nternasional bahwa TNI masih eksis
b. makin meningkatkan semangat pejuang para gerilyawan
c. memperkuat dan mendukung pejuang diplomasi bangsa Indonesia, setelah Amerika Serikat juga memberika dukungan.

8. Konferensi Meja Bundar
Setelah kota Yogyakarta berhasil dikuasai oleh republik, pihak Belanda tetap tidak mau menerima kenyataan ini. Oleh karena itu, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk kembali melakukan perundingan. Akhirnya, pada tanggal 14 April 1949 dilaksanakan sebuah perundingan, yaitu perjanjian roem-royen. Delegasi Indonesia dalam perjanjian ini adalam Moh Roem dan pihak belanda oleh Van royen. Oleh karena itu, perjanjian ini disebut perjanjian roem royen. Pada intinya, perjanjian ini menghendaki gencatan senjata, pelepasan para pemimpin Indonesia yang ditahan Belanda, dan akan diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dan Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur dari Yogyakarta. Tanggal 6 Juli 1949, presiden Sukarno, wakil pesiden Moh, Hatta, pan para pejabat kabinet kembali ke ibu kota Negara RI Yogyakata. Hal ini sekaligus menandai berakhirnya PDRI di Sumatra.
Setelah selesainya Perjanjian roem-royen, Indonesia mengadakan perjanjian dengan Negara-negara boneka buatan Belanda (BFO). Konferensi ini diadakan sebelum pelaksanaan KMB. Konferensi inter-Indonesia diadakan pada tanggal 11-12 Juli 1949 di Yogyakarta dan 31 Juli - 1 Agustus 1949 di Jakarta.
Menindaklanjuti pelaksanaan perjanjian roem royen, pada tanggal 23 Agustus - 2 November 1949 diadakan konferensi meja bundar (KMB) di Den hag. Dalam perundingan ini, dihadirkan beberapa kelompok yang berkepentingan, yaitu :
a. Kelompok Indonesia dipmpin oleh Moh. Hatta
b. Kelompok BFO dipimpin oleh sultan Hamid II
c. Kelompok belanda dipimpin oleh Van Maarseveen
d. Kelompok UNCI dipimpin oleh Chritchley
Adapun isi KMB adalah sebagai berikut
a. Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada RI pada akhir Desember 1949
b. Masalah irian barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan
c. Di bentuk uni Indonesia-Belanda dengan ratu belanda sebagai pemimpin pimpinan simbolis
d. RIS harus menanggng hutang belanda sejak tahun 1942 sebesar 4,3 miliar gulden.

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL

Federal atau serikat bukan bentuk Negara yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia. Para pemimpin bangsa Indonesia sepakat membentuk Negara RIS hanya semata-mata untuk mendapat pengakuan kedaulatan. Cita-cita bangsa Indonesia tetap Negara kesatuan yang dapat memberi dorongan ke arah semangat persatuan bangsa.

1. Kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
Semenjak dinyatakan berdirinya RIS, didaerah-daerah timbul reaksi keras yang tidak setuju dengan bentuk Negara Serikat. Mereka menuntut membentuk Negara kesatuan seperti yang telah dirumuskan dalam Bab I UUD 1945. Timbulnya gerakan yang menuntut pembubaran Negara-negara bagian dan tuntuan untuk kembali ke negara kesatuan bersamaan dengan timbulnya beberpa pemberontakan di negara bagian. Misalnya di Bandung terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh APRA pimpinan kapten Westerling, dll. Hal itu mempercepat proses pembubaran RIS menuju kepembentukan Negara kesatuan republik Indonesia. Gejolak rakyat yang menuntut dibubarkannya RIS dan didirikannya Negara kesatuan makin menghebat sehingga diadakan musyawarah antara RIS dan RI ntuk kembali membentuk Negara kesatuan Republik Indonesia.
Pada tanggal 19 Mei 1950 dicapai persetujuan antara RIS dan RI untuk membentuk Negara kesatuan republik Indonesia sesuai dengan jiwa proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Untuk itu, dibentuklah sebuah panitia yang akan menyusun konstitusi bagi Negara kesatuan. Tugas ini selesai pada tanggal 20 Juli 1950, kemudian dibawa ke senat RIS, DPR-RIS, dan BP-KNIP. Pada tanggal 14 Agustus 1950. Setelah dimusyawarahkan bersama akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1950 naskah konstitusi Negara kesatuan telah ditandatangani Presiden Soekarno dan Menteri Kehakiman RIS, Prof. Dr. Supomo.
Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1950 secara resmi RIS dibubarkan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia mulai berdiri di atas landasan UUDS Tahun 1950 mengandung unsur-unsur UUD RI 1945 dan UUD RIS 949. Konstituante yang masih dalam pembentukan.

2. Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Sejak bubarnya Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 17 Agustus 1950, secara resmi Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan yang berbentuk republik. Negara Kesatuan RI pada saat itu menggunakan UUD 1950 sampai terbentuknya konstitusi yang tetap.
Dalam UUD 1950 ditetapkan bahwa sistem demokrasi yang digunakan adalah demokrasi liberal, sedangkan sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer, kekuasaan pemerintahan tertinggi dipegang oleh perdana menteri, presiden hanya berkedudukan sebagai kepal Negara. Perdana menteri bersama para menteri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Dalam sistem demokrasi liberal, kedaulatan rakyat disalurkan melalui partai politik. Partai yang mempunyai wakil di pemerintahan disebut partai oposisi. Kabinet perlementer yang berkuasa di Indonesia mengalami silih berganti menjalankan pemerintahan. Ketidakstabilan politik ini karena adanya mosi tidak percaya oleh oposisi dalam parlemen akibat kebijakan kabinet yang berkuasa.
Kabinet yang kebijakannya tidak selaras dengan kehendak mayoritas anggota parlemen dapat dijatuhkan walaupun kabinet itu belum sempat menjalankan program-programnya. Itulah yang mengakibatkan silih bergantinya kabinet. Bukti sejarah itu adalah sebagai berikut :


a. Kabinet Natsir
Kabinet Natsir adalah kabinet pertama pada masa demokrasi liberal. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 6 September 1950 dan dilantik pada tanggal 7 September 1950. Perdana Menteri kabinet ini adalah Moh. Natsir dari Masyumi. Menteri kabinetnya berasal dari Masyumi ditambah tokoh-tokoh yang mempunyai keahlian istimewa, seperti Sri Sultan Hamengku Buana IX, Prof. Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Assaat, dan Ir Juanda.
Program kerja kabinet Natsir :
1) Mempersiapkan dan menyelengarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante
2) Menyempurnakan susunan pemerintahan dan memebentuk kelengkapan negara
3) Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
4) Meningkatkan kesejahteraan rakyat
5) Menyempurnakan organisasi angkatan perang
6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat
Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.

b. Kabinet Sukiman
Kabinet Sukiman merupakan kabimet koalisi. Partai-partai yang berkoalisi adalah kedua partai terbesar waktu itu, yaitu Masyumi dan PNI. Dr. Sukiman dari Masyumi terpilih menjadi perdana menteri dan Suwiryo dari PNI sebagai wakilnya. Kabinet Sukiman terbentuk apada tanggal 20 April 1951
Program kerja kabinet Sukiman :
1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara
2) Membuat dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan
3) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan menyelengarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah
4) Menyiapakan undang-undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan uapah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh
5) Menjalankan polotik luar negeri bebas aktif
6) Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secapatnya
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.
Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif.

c. Kabinet Wilopo
Kabinet yang ketiga ini berhasil dibentuk pada 30 Maret 1952. kabinet ini juga merupakan kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Wilopo dari PNI terpilih sebagai perdana menteri
Program kerja kabint Wilopo :
1) Mempersiapkan pemilihan umum
2) Berusaha mengembalikan IrianBarat ke dalam pangkuan RI
3) Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
4) Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran
5) Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas polotik Indonesia. Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.

d. Kabinet Ali Satroamijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro)
Kabinet keempat berhasil dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Ali Satroamijoyo dari PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR (Partai Indonesia Raya)
Program kerja Kabinet Ali-Wongsonegoro :
1) Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
2) Melaksanakan pemilihan umum
3) Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
4) Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat anatara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.

e. Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet kelima terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Masyumi.
Program kerja Kabinet Burhanuddin :
1) Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat
2) Akan dilaksankan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi
3) Perjuangan mengembalikan Irian Barat
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Kabinet ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan Maret 1956.

f. Kabinet Ali Satroamijoyo II
Kabinet keenam terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956 di pimpin oleh Ali Satroamijoyo. Kabinet Ali II merupakan kabinet pertama hasil pemilihan umum.
Program kerja Kabinet Ali II :
1) Menyelesaikan pembatasan hasil KMB
2) Menyelesaikan masalah Irian Barat
3) Pembentukan provinsi Irian Barat
4) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh kabinet Juanda.

g. Kabinet Juanda
Kabinet Juanda disebut juga Kabinet Karya. Ir. Juanda diambil sumpahnya sebagai perdana menteri pada tanggal 9 April 1957.
Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang meliputi :
1) Membentuk Dewan Nasional
2) Normalisasi keadaan RI
3) Melanjutkan pembatalan KMB
4) Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
5) Mempercepat pembangunan

Demikian keadaan politik Indonesia selama pelaksanaan demokrasi liberal sejak tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 yang penuh dengan pertentangan di kalangan partai-partai politik sehingga menimbulkan kekacauan di berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia.
Usai kabinet yang hanya sesaat, tidak mungkin melaksanakan program kerjanya secara tuntas. Pembangunan masyarakat bangsa, dan negara tidak dapat terlaksana karena para pemimpin partai yang menjadi menteri hanya memikirkan kepentingan partainya. Hal ini menunjukkan bahwa sistem demokrasi liberal tidak cocok bagi bangsa Indonesia sebab tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi, jiwa Pancasila, dan UUD 1945.

2 komentar:

  1. makasih ya.........blognya ngebantu bgt bwt ngerjain tgs school,,,!

    BalasHapus
  2. blognya sangat membantu , tapi tau apa penyebab kabinet hatta jatuh gak ? terimakasih kalau bisa di jawab pertannyaan saya :)

    BalasHapus